Semur adalah
hidangan daging rebus dari Indonesia yang diolah dalam kuah berwarna coklat pekat yang terbuat dari kecap
manis, bawang
merah, bawang
bombay, pala dan cengkeh. Kecap manis yang terbuat dari kedelai
hitam adalah
bahan paling penting dalam proses pembuatan semur karena berfungsi untuk
menguatkan cita rasa, namun harus tetap terasa menyatu harmonis dengan
bahan-bahan lainnya. Selain berbahan utama daging
sapi dan kentang, semur juga berdiri dari bermacam-macam variasi
dalam penyajiannya, seperti penambahan tahu, tempe, telur, ikan, dan bahan
lain-lain sesuai dengan selera masyarakat di daerah masing-masing.
Semur berasal dari bahasa
Belanda yaitu
"Smoor" yang berarti masakan itu telah direbus dengan tomat dan
bawang secara perlahan-lahan. "Smoor" dalam bahasa Belanda juga
berarti braising atau teknik masak dengan cara merebus
lama dengan api kecil hingga daging empuk.
Sejarah menunjukkan bahwa
hidangan daging rebus berbumbu di Indonesia ternyata telah dikenal sejak abad
ke-9 Masehi. Hal ini terlihat dari beberapa prasasti, relief candi dan kakawin
di Jawa yang menceritakan “Ganan, hadanan prana wdus” atau disediakan sayuran
kerbau dan kambing. Akan tetapi apakah hidangan daging kerbau dan kambing ini
adalah mirip semur belum dapat dipastikan.
Sejak berabad-abad lalu,
Indonesia yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan dunia telah dikenal
sebagai kawasan yang memiliki kekayaan alami rempah-rempah. Eksotisme citarasa
rempah-rempah ini kemudian mengundang minat para pedagang dan pendatang dari
berbagai bangsa untuk datang ke Nusantara dan melakukan ekspedisi. Pedagang dan
pendatang tersebut masing-masing membawa budaya yang lambat laun berbaur dengan
keseharian masyarakat asli Indonesia pada saat itu. Pembauran tersebut kemudian
menciptakan interaksi budaya dan mengembangkan berbagai tradisi nusantara yang
istimewa, termasuk di bidang kuliner. Kekhasan citarasa rempah-rempah Indonesia
berpadu dengan berbagai variasi teknik pengolahan makanan menghasilkan kreasi
hidangan unik seperti Semur, yang sudah ada dari tahun 1600.
Interaksi antara masyakat
Belanda dan Indonesia terutama dalam pengolahan makanan juga turut mengembangkan
cita rasa semur. Makanan yang pernah dijadikan sebagai menu utama dalam
perjamuan bangsa Belanda ini berasal dari kata ‘smoor’ (bahasa Belanda) menjadi
‘semur’ (bahasa serapan). ‘Smoor’ dalam bahasa Belanda berarti masakan itu
telah direbus dengan tomat dan bawang secara perlahan. Salah satu buku resep
tertua dan paling lengkap mendokumentasikan resep masakan di Hindia Belanda,
Groot Nieuw Volledig Oost-Indisch Kookboek yang terbit pada 1902, memuat enam
resep semur (Smoor Ajam I, Smoor Ajam II, Smoor Ajam III, Smoor Bandjar van
Kip, Smoor Banten van Kip, Solosche Smoor van Kip). Buku ini menegaskan bahwa
smoor yang kemudian dilafalkan sebagai semur adalah masakan yang dikembangkan
di dalam dapur Indis, kaum peranakan Eropa.
Seiring berjalannya waktu,
Semur kemudian melekat menjadi tradisi bangsa Indonesia dan dihidangkan di
berbagai perhelatan adat. Masyarakat Betawi menjadikan Semur sebagai bagian
dari tradisi yang selalu dihidangkan saat Lebaran dan acara perkawinan. Tak
hanya menjadi primadona dalam kebudayaan Betawi, Semur juga kerap muncul pada
acara-acara perayaan di berbagai penjuru nusantara seperti Kalimantan dan
Sumatera. Tentunya, dengan citarasa dan tampilan yang disesuaikan dengan selera
masyarakat setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar